Karyawan Pun Bisa Wirausaha

Siapa bilang karyawan gak punya jiwa pengusaha? Ada nih contoh kecilnya. Mereka bekerja di sebuah perusahaan kurir bernama PT Nusantara Card Semesta. Namun semangatnya untuk memiliki usaha sampingan tak kendur. Bukan itu saja. Usaha yang mereka jalankan tidak sekadar “jualan tok”. Tapi juga membangun jaringan yang juga bisa membantu orang lain mendapat income tambahan. Siapa sih mereka? Simak ulasannya berikut ini.


Yusuf Wibisono: Menguasai Jonggol dengan Asinannya
Setiap pagi sebelum berangkat kerja ia sudah membawa sekantong plastik besar berisi asinan yang akan dijajakan kepada pelanggan setianya. Entah itu warung-warung yang menjadi reseller atau konsumen yang sudah menitip 1 hari sebelumnya. Beberapa resellernya sudah banyak tersebar di wilayah tempat ia tinggal seperti Jonggol, Cibarusah, dan Cibubur. Para konsumen yang menantinya juga tidak hanya dari perumahan sekitar tempatnya tinggal, tapi juga dari teman-teman kantornya.
Asinan Jonggol yang Dibuat oleh Yusuf


Porsi yang cukup besar ditambah cita rasa yang berbeda dari asinan lainnya menjadi daya tarik asinan yang dijual oleh Yusuf. Perpaduan antara berbagai sayuran, kacang, krupuk, kuah, dan sambal rahasia telah menjadi ciri khas yang digemari para konsumen. Di sebuah pasar tempat reseller Yusuf menjual asinan bukan tanpa penjual asinan lain, namun tetap saja asinan milik Yusuf yang menjadi tujuan.

“Kami selalu menjaga kualitas bahan baku  asinan ini. Sayurannya harus selalu segar, bumbunya pun harus dibikin dadakan. Itulah kenapa konsumen harus sudah pesan 1 hari sebelumnya,” ujar Yusuf dengan logat Jawanya.

Harganya pun juga terjangkau dengan porsi yang cukup besar, hanya Rp15.000,- per porsi. “Kalau konsumen kita kasih harga 15 ribu dan itu hanya untuk konsumen wilayah Jonggol dan sekitarnya. Tapi kalau reseller, tergantung wilayah. Reseller harus menghubungi saya secara pribadi untuk mendapatkan harga terbaik.”

Yusuf Wibisono, sang pemilik Asinan Jonggol

Ketika ditanya apakah ia pernah menerima order dalam jumlah besar, ia menjawab pernah. Dan ia percaya itu berkat strategi word of mouth. “Pernah ada orang yang mau ngadain acara arisan keluarga. Dia minta 50 bungkus dan transfer hari itu juga. Saat itu saya lagi di kantor, langsung telepon istri untuk minta bantuan sama tetangga buat bikin asinan 50,” kenang orang yang berprofesi sebagai marketing itu sambil tertawa.

Yusuf juga menerangkan perihal bila jualannya tak habis semua. “Saya sudah sepakat sama istri kalau ada yang belum laku langsung dikasih saja ke tetangga. Yah itung-itung sedekah kita. Biar Allah yang balas. Kami yakin Allah punya rencana sendiri untuk hamba-hambanya yang mau berbagi,” tutupnya.

Apri Medi: Juragan Coklat Asal Bekasi

 Siapa bilang coklat hanya banyak dijual oleh wanita dan anak muda? Buktinya laki-laki berusia 35 tahun ini juga menjualnya. Karena kejeliannya melihat pasar anak muda yang amat menggemari coklat, ia memilih berjualan coklat secara online menjadi usaha sampingannya disamping profesinya sebagai digital marketing.

Apri Medi
Apri Medi, seorang Digital Marketing yang berjualan coklat


Sudah hampir 2 tahun ia menjalani usaha sampingannya itu. Sudah puluhan reseller ia miliki. Dari yang mulai berjualan di sosial media sampai website marketplace. Ia sendiri berjualan di semua lini, dari mulai sosial media seperti fanpage facebook, display BBM, sampai website dengan domain pribadi. Fanpage facebooknya kini sudah berjumlah 15.000 likers. Produk yang ia jual pun beragam, dari mulai coklat delfie dan almond seharga 60.000 sampai 180.000 tergantung ukuran.

Ketika ditanya apakah usaha sampingannya itu mengganggu pekerjaan utamanya, ia menjawab singkat, “Alhamdulillah saya dibantu istri dan adik untuk operasionalnya seperti packing dan kirim barang. Promosi dan melayani pesanan saya lakukan waktu jam istirahat dan pulang kantor, jadi ga sampe ganggu kerjaan utama.”

Namun bukan berarti ia selalu bisa memanage waktu dengan baik. “Kadang saya harus sampe telat masuk kerja gara-gara ada yang minta COD. Ya harus kita layanin, asal jangan sering-sering aja telat masuk kantor gitu.”

Ia bercerita menjelang lebaran lalu cokelatnya mengalami kebanjiran order, hampir semua stok coklat yang ada di gudangnya habis tak tersisa. “Kita sampe kewalahan layanin pesanan. Bahkan ada beberapa yang minta COD kita tolak,” cerita Apri.

Bagi siapapun yang ingin mendapat penghasilan tambahan dan mengisi waktu senggang, Apri membuka kesempatan bagi siapa saja untuk ikut berjualan coklat. Komisi yang ditawarkan pun menarik, apalagi penjual tidak perlu repot mempacking barang dan mengirim paket. Cukup mengupload foto di sosial media atau komunitas yang dimilikinya dan memforward pesanan kepada admin Juragan Coklat.
Salah satu Coklat yang dijual Apri



Muhammad Agus: Mengais Rupiah dari Buku-buku Bekas

Banyak orang yang memanfaatkan kertas bekas untuk dikilokan kepada tukang loak. Entah itu berupa dokumen, Koran-koran, atau buku. Hasil yang didapat pun tidak banyak, sekitar 5 sampai 10 ribu. Karena kertas-kertas tersebut memang akan didaur ulang. Tapi siapa sangka bila ada yang mampu menjual kertas-kertas tersebut bukdi internet dengan harga yang cukup tinggi? Ialah seorang lelaki berusia 26 tahun. hanya seorang staf biasa tapi sudah memiliki jiwa wirausaha.

Agus dengan Koleksi Bukunya


Ia bercerita bagaimana mulanya pertama kali ia berjualan buku. “Waktu masih kuliah saya diajak teman ke kios buku bekas. Katanya banyak buku-buku tua yang bisa ditawar sepuasnya. Saya penasaran. Ternyata benar, setelah sampai kios saya berhasil menawar buku Kesaksian tentang Bung Karno setebal 400-an halaman  seharga 20 ribu,” kenangnya.

“Sejak saat itu saya rajin searching internet, buku apa yang paling mahal kalau dijual. Ada judul buku Dibawah Bendera Revolusi. Banyak orang menjual kisaran harga 10 juta sampai 150 juta. Anehnya kok tidak ada yang membeli. Saya balik lagi ke kios buku bekas yang pernah saya kunjungi. Bertanya apakah jual buku Dibawah Bendera Revolusi? Dia jawab jual, harganya cuma 150 ribu. Saya kaget! Saya belilah buku itu setelah berpikir lama mengingat saya harus mengorbankan uang saku selama seminggu,”

Ketika ditanya bagaimana nasib buku yang ia beli, ia melanjutkan. “Saya penasaran sama isi di dalamnya.
Ternyata isinya menarik, pikiran-pikiran Bung Karno semasa muda dan ejaannya masih ejaan lama. Setelah membaca saya iseng jual di internet seharga 250 ribu. Seandainya saya jual mahal gak akan ada yang mau beli, saya jual lah asal dapat lebih. Ternyata ada yang minat! Sejak saat itulah saya mulai rajin keliling kios-kios mencari buku bukas yang potensial dijual kembali baik oleh pembaca maupun kolektor,” lanjutnya.

Website, marketplace, sosial media, dan komunitas buku spiritual di WhatsApp dan BBM menjadi lapak berjualan Agus. Tidak semua tema buku Agus mau jual, ia selalu memilih tema yang ia suka dan banyak dicari pembaca. Harga yang ditawarkan pun bervariatif, dari mulai 30 ribu sampai 3 juta. “Kebanyakan bertema sastra, sejarah, budaya, dan spiritual. Tema lain sih tetap laku, tapi gak banyak yang minat,” terangnya.

Menurutnya duka dari berjualan buku juga harus dinikmati, terutama soal stok yang lama tidak terjual. “Yah namanya juga segmennya sempit, jadi harus banyak sabar. Di sinilah penjual dituntut untuk kreatif misal dengan mengadakan obral, lelang, atau barter sesama penjual supaya stok tidak mengendap,” tutupnya.

Nurul Fauzia: Solusi Bagi Karyawan Lapar
Usianya yang lebih muda tak menjadi alasan bagi dirinya untuk ikut memanfaatkan peluang bisnis. Memanfaatkan tempat tinggalnya yang dekat dengan kantor tempatnya bekerja, ia menyediakan catering makan siang yang ia masak bersama sang ibu.

Semua berawal dari keluhan teman dekatnya yang malas keluar kantor mencari makan siang. Sadar bahwa masakan sang ibu cukup enak, ia berpikir bagaimana bila ia menyediakan makan siang untuk teman-temannya yang enggan keluar mencari rumah makan? Toh setelah ia bicarakan dengan sang ibu, beliau tidak keberatan untuk membuatkan masakan setiap hari kerja. Ia pun melakukan trial dengan keempat temannya terlebih dulu.

Di hari pertama, keempat temannya cukup puas dengan masakan sang ibu. Saat yang sama, banyak karyawan yang ingin bergabung atas info dari mulut ke mulut. Gadis berusia 21 tahun pun mulai menyusun rencana untuk mematangkan konsep bisnisnya.

Nurul Fauzia, Pemilik Catering Mamak Ulul

Dimulai dari membuat nama "Catering Mamak Ulul", artinya masakan yang dibuat ibunya Nurul. Sesudah itu ia mengundang teman kantornya dari mulai level staf, spv, sampai manajer dalam grup WA. Setiap harinya sang ibu akan memasak menu yang berbeda. Menu tersebut diinfokan di grup tiap malam sebelum esok masuk kantor. Nurul juga meminjamkan tempat makan kepada para pelanggannya, disamping ia juga mempersilakan siapa saja yang ingin membawa tempat makan sendiri.

Bagaimana dengan harganya? Ia tidak mematok harga tinggi, hanya 10.000 sampai 12.000 tiap porsi. "Yang penting teman-teman kenyang, waktu dan tenaga tidak terbuang, dan kantongnya selamat," tuturnya sambil tertawa. Saat ini ia memang tidak berpikir muluk-muluk terhadap bisnis cateringnya dengan mengharap partai besar, karena tujuannya sendiri cukup menyediakan makan siang bagi karyawan di kantor tempatnya bekerja.

Meski demikian, impiannya untuk memiliki bisnis catering ternama di masa yang akan datang tetap ada. Ia menganggap setiap cita-cita harus melalui proses yang panjang, dan ia merasa sudah memulainya, "Minimal saya sudah ada keinginan dan sudah ikut berproses, cukup dari hal terkecil seperti yang saya lakukan sekarang," tuturnya.

Itulah kisah beberapa karyawan yang tak ragu menyelam sambil minum air dengan berwirausaha. Apakah Anda orang selanjutnya yang cermat dalam mengambil peluang? Semoga sukses!


Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Karyawan Pun Bisa Wirausaha"

Posting Komentar